Senin, 09 Juli 2018


KASUS UU PERINDUSTRIAN

UU Perindustrian tak Atur Sanksi Pidana, Kecuali untuk SNI Wajib


Bisnis. com,  JAKARTA--Dalam UU No.3/2014 tentang Perindustrian, pemerintah tidak mengedepankan sanksi berupa tindak pidana bagi tindak penyalahgunaan atau pelanggaran UU. Pemerintah hanya mengepung pelanggar dengan sanksi berupa administratif.

Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Perindustrian Prayono mengatakan sanksi paling menakutkan bagi pengusaha adalah pencabutan izin usaha.

Oleh sebab itu, dalam UU Perindustrian, pemerintah hanya mengepung pelanggar dari sisi administratif dengan tingkat paling tinggi pencabutan izin usaha. Adapun satu-satunya sanksi pidana yang diatur dalam UU Perindustrian, hanya diberikan bagi pelanggaran atau penyalahgunaan pada SNI wajib.
“Pengusaha itu kalau dicabut izinnya sudah mati. Meskipun ada kasus dalam dunia usaha yang harus memberikan sanksi pidana, itu diatur oleh UU lain, bukan UU Perindustrian,” kata Prayono, Selasa (17/6/2014)

Menurutnya, keputusan tersebut berdasarkan diskusi dengan berbagai kementerian/lembaga terkait dan kalangan pengusaha. Sebagian besar pelaku usaha meminta agar sanksi pidana tidak diatur dalam UU Perindustrian kecuali untuk SNI Wajib. Sanksi pidana untuk penyalahgunaan SNI wajib dibutuhkan lantaran berkaitan dengan perlindungan terhadap konsumen.

“Soalnya terkait kesehatan dan keselamatan. Kalau sengaja bisa kena lima tahun penjara dan denda sekitar berapa miliar, itu diatur dalam UU,” tambah dia.

Perlu diketahui, pasal 120 ayat 1 mengenai Ketentuan Pidana disebutkan setiap orang yang dengan sengaja memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan barang dan/atau jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang industri sebagaimana dimaksud pasal 53 ayat 1 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp3 miliar.

Adapun bunyi pasal 53 ayat 1 huruf b yang dimaksud adalah setiap orang dilarang memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan barang dan/atau jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.

“Satu-satunya kebijakan dalam UU Perindustrian yang dikenakan pidana hanya tentang SNI wajib ini. Kami rasa, sanksi pidana perlu disampaikan agar ada efek jera,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Anshari Bukhari.

Menurut Anshari, menghadapi masyarakat ekonomi Asean (MEA) yang akan berlaku pada Desember 2015, SNI sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri. “Oleh sebab itu, kami merasa tindak pidana ini diperlukan. Nilainya saya rasa cukup besar sebagai suatu denda atau pidana penjara,” tambahnya.

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 120 dilakukan oleh korporasi, tuntutan dan penjatuhan pidana dikenakan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.

Adapun saat ini, berdasarkan usulan Kemenperin ke Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah ditetapkan pemberlakuan 3 SNI Wajib dengan penunjukkan 4 Lembaga Penilaian Kesesuaian, serta yang masih dalam proses pemberlakuan SNI Wajib ada 65 SNI.



Analisis

Dengan kasus diatas jelas ini melanggar perundang undangan industri kita, adapun pasal yang dapat dikenakan bagi para pelaku ialah;

Undang-Undang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian yang disahkan pada September 2014 lalu, Pemerintah Indonesia tidak hanya akan memberikan sanksi administratif  tapi akan menerapkan sanksi tegas bagi setiap penyalahgunaan aturan SNI wajib dengan ancaman pidana penjara atau denda. Dalam UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian BAB X tentang Ketentuan Pidana Pasal 62 hingga 73 tertuang tentang adanya sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pelanggaran. Sanksi tersebut adalah :

  1. Pasal 62 : Setiap orang yang memalsukan SNI atau membuat SNI palsu diberikan pidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 M.
  2. Pasal 63 : Setiap orang yang dengan sengaja memperbanyak, memperjualbelikan, atau menyebarkan SNI tanpa persetujuan BSN diberikan pidana paling lama 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4 M.
  3. Pasal 64 : Setiap orang yang dengan sengaja membubuhkan tanda SNI dan /atau Tanda Kesesuaian pada Barang dan/ atau kemasan atau label di luar ketentuan yang ditetapkan dalam sertifikat; membubuhkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor SNI pada sertifikatnya akan dikenakan pidana penjara paling lama 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4 M.
  4. Pasal 65 dan 66  : Setiap orang yang tidak memiliki asertifikat atau memiliki sertifikat tetapi habis masa berlakunya, dibekukan sementara, atau dicabut yang dengan sengaja memperdagangkan atau mengedarkan Barang, memberikan Jasa, dan/atau menjalankan proses atau sistem dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M
  5. Pasal 67  : Setiap orang yang mengimpor barang yang dengan sengaja memperdagangkan atau mengedar Barang yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI  dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M
  6. Pasal 68 : Setiap orang yang tanpa hak  menggunakan dan/atau membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M.
  7. Pasal 69 : Setiap orang yang memalsukan tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian  atau membuat  Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian palsu dipidana penjara paling lama 7  tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 M.
  8. Pasal 70 : Setiap orang yang dengan sengaja: menerbitkan sertifikat berlogo KAN; menerbitkan sertifikat kepada  pemohon sertifikat yang tidak sesuai  dengan  SNI; menerbitkan sertifikat di luar ruang lingkup Akreditasi dipidana penjara  paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 35 M.
  9. Pasal 71 : Setiap orang yang memalsukan sertifikat Akreditasi atau membuat sertifikat Akreditasi palsu dipidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 50 M
  10. Pasal 72 : pelaku tindak pidana dapat dijatuhi pidana tambahan berupa : kewajiban melakukan penarikan Barang yang telah beredar;  kewajiban mengumumkan bahwa Barang yang beredar tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini; dan/atau perampasan atau penyitaan Barang dan dapat dimusnahkan.
  11. Pasal 73 : pidana denda yang dijatuhkan terhadap korporasi, diberlakukan dengan ketentuan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda secara pribadi dan diberikan pidana tambahan berupa: pencabutan izin usaha; dan/atau pencabutan status badan hukum.

Menurut saya, adanya pelanggaran SNI ini terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu, semakin banyak orang yang memperjual belikan helm misalnya tanpa adanya SNI tersebut padahal hal ini justru dapat memberikan pengaruh yang buruk untuk orang lain terutama untuk yang membelinya. Helm yang sudah berstandar SNI tersebut kemungkinan besar sudah teruji oleh pemerintah dan aman serta kualitasnya pun terjamin. Sedangkan untuk helm yang diperjual belikan tanpa adanya standar nasional tersebut justru cenderung tidak berada pada perlindungan pemerintah. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena adanya perbedaan harga antara helm yang berstandar nasional dengan helm yang bukan SNI apalagi sampai memalsukan SNI. Helm yang berstandar nasional biasanya cenderung lebih mahal dibandingkan dengan helm-helm yang sudah biasa beredar dan bukan SNI, sehingga kebanyakan dari orang-orang di negeri kita ini hanya memikirkan “yang penting saya pake helm dan tidak ketilang”. Maka menurut saya mindset seperti ini harusnya sudah harus dihilangkan dan diubah pola pikirnya. Kita harus berpikir bahwasanya helm itu penting untuk keselamatan kita dan bukan hanya karena takut pada polisi, ditilang, dan lain sebagainya. Maka pentingnya mengubah mindset dari sekarang karena mau sampai kapan biar bagaimanapun keselamatan adalah hal yang palin utama bukan karena takut pada siapapun dan alangkah baiknya apabila diterapkan mulai dari sekarang untuk mengurangi membeli helm yang bukan SNI dan mulailah membeli helm yang berstandar nasional. Namun ada juga kesalahan daripada pelanggaran yang dilanggar oleh produsennya itu sendiri yaitu kebanyakan produsen dengan sengaja memalsukan helm SNI seperti kasus diatas serta produsen yang memperjualbelikan helm yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku misalnya produsen tersebut tidak memperjual belikan helm SNI dan hanya helm yang bukan SNI yang mereka jual belikan padahal tanpa ia sadari hal tersebut telah melanggar hukum.

Banyak sekali Sanksi yang tegas sebagaimana disebutkan diatas, hal tersebut telah membuktikan keseriusan pemerintah untuk menegakkan perlindungan pada kepentingan nasional dan sebagai usaha untuk meningkatkan daya saing nasional. Meski di sisi lain kesiapan dari masyarakat industri di Indonesia untuk menjalankan regulasi yang telah dirumuskan tidak bisa diabaikan. Untuk itu sinergi dalam berbagai bidang antara pemerintah dan juga masyarakat Indonesia mulai dari sosialisasi regulasi, peran serta masyarakat dalam melaksanakan SNI, perumusan SNI, membangun budaya standar, serta melaporkan pelanggaran menjadi hal yang utama untuk bisa diwujudkan.



Kesimpulan

Menurut saya hukum diindonesia harus diperkuat lagi penerapannya, kalau perlu harus ada tindakan khusus keras agar nantinya hal ini dapat dijadikan contoh bahwa setiap pelanggar harus berfikir ulang sebelum melakukan tindak pelanggaran. Sehingga mereka yang ingin melanggar tidak menyepelekan ataupun menganggap remeh jika mereka sudah mengetahui sanksi ataupun hukuman apa yang akan  mereka dapatkan apabila melanggarnya. Setidaknya dengan mereka mengetahui sanksi apa yang didapat mereka dapat berpikir terlebih dahulu sebelum melakukannya. Karena Hukum adalah sebuah paksaan yang keberadaannya harus jelas.

Senin, 02 Juli 2018

TUGAS HUKUM INDUSTRI
RINGKASAN MENGENAI HAK MEREK, UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN, DAN 
KONVENSI INTERNASIONAL (TENTANG HAK CIPTA BERNER CONVENTION UNIVERSAL COPYRIGHT CONVENTION).


HAK MEREK

Asal usul merek itu sendiri berpangkal di sekitar abad pertengahan di Eropa, pada saat perdagangan dengan dunia luar mulai berkembang. Fungsinya semula untuk menunjukkan asal produk yang bersangkutan. Baru setelah dikenal metode produksi massal dan dengan jaringan distribusi dan pasar yang lebih luas dan kian rumit, fungsi merek berkembang menjadi seperti yang dikenal sekarang ini (Bambang Kesowo, 1995 : 16).
Merek menjadi salah satu kata yang sangat populer yang sering digunakan dalam hal mempublikasikan produk baik itu lewat media massa seperti di surat kabar,  majalah,  dan tabloid maupun lewat media elektronik seperti di televisi, radio dan lain-lain. Seiring dengan semakin pesatnya persaingan dalam dunia perdagangan barang dan jasa ahkir-akhir ini maka tidak heran jika merek memiliki peranan yang sangat signifikan untuk dikenali sebagai tanda  suatu produk tertentu di kalangan masyarakat dan juga memilki kekuatan serta manfaat apabila dikelola dengan baik. Merek bukan lagi kata yang hanya dihubungkan dengan produk atau sekumpulan barang pada era perdagangan bebas sekarang ini tetapi juga proses dan strategi bisnis. Oleh karena itu, merek mempunyai nilai atau ekuitas. Dan ekuitas menjadi sangat penting karena nilai tersebut akan menjadi tolak ukur suatu produk yang ada dipasaran.
Adapun Peraturan dari merek itu sendiri pertama kali diterapkan di inggris yang manahal tersebut merupakan hasil adopsi dari perancis tahun 1857, dan kemudian membuat peraturan tersendiri yakni Merchandise act tahun 1862 yang berbasis hukum pidana. Tahun 1883 berlaku konvensi paris mengenai hak milik industri. Tahun 1973 lahir pula perjanjian madrid yakni perjanjian internasional (Trademark Registration Treaty).
Munculnya Pengaturan hukum merek guna sebagai perlindungan hak merk di Indonesia yang terdapat dalam Undang-Undang Merek 1961, kemudian diperbaharui dan diganti lagi dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (selanjutnya disebut Undang-undang Merek 1992), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 1993. Dengan berlakunya Undang-undang Merek 1992, Undang-undang Merek 1961 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pada prinsipnya Undang-Undang Merek 1991 telah melakukan penyempurnaan dan perubahan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan merek, guna disesuaikan dengan Paris convention.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992, disempurnakan lagi dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997. Penyempurnaan undang-undang terus dilakukan, hingga sekarang diberlakukan Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Tahun 4131), yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Agustus 2001. Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1  yang mengatur tentang hak merek di Indonesia menjelaskan bahwa Merek adalah Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Merk terdiri dari 3 (Tiga) macam Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, yaitu :
a)   Merk Dagang
Merk yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.(Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk).
b)   Merk Jasa
Merk yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. (Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk).
c)   Merk Kolektif
Merk yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. (Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk).
Selain itu terdapat beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam menentukan merk yaitu,
a)      Memiliki daya pembeda
Maksud dari merk memiliki daya pembeda ini adalah merk merupakan salah satu identitas yang dapat membedakan satu merk dengan merk yang lain. Sehingga merk berguna sebagai pembeda dimana konsumen dapat membedakannya dari segi kualitas meskipun merk dengan barang A dengan barang B memiliki kesamaan merk dari warna, bentuk dan lain sebagainya. Tetapi konsumen dapat dipastikan dapat membedakannya meskipun kedua barang tersebut memiliki kesamaan tetapi berbeda kualitasnya.
b)      Merupakan tanda pada barang atau jasa
Merk dapat digunakan sebagai tanda pengenal yang memudahkan seseorang mengingat barang yang mereka sukai. Misalnya, seseorang menyukai makan-makanan yang ada di KFC maka seseorang dapat mengingat merknya meskipun jaraknya masih sekitar 500 meter tetapi karena lambangnya sudah terlihat baik dari segi warna maupun bentuknya maka, seseorang sudah dapat mengenalinya. Merk juga dapat digunakan dalam bidang jasa dimana jasa ini merupakan sesuatu yang tidak berwujud seperti pada umumnya misalnya saja jasa travel, dan lain-lain.
c)      Tidak bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, dan ketertiban umum
Selama suatu merk tidak menyinggung siapapun apalagi bertolak belakang dengan moral, agama, mapun ketertiban umum. Maka suatu merk dapat digunakan sesuai dengan fungsi dan kegunaannya selama itu tidak merugikan pihak manapun dan tidak menganggu siapapun.
d)      Bukan menjadi milik umum.
e)      Tidak berupa keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftaran.
Selain itu terdapat juga fungsi merk yang harus kita ketahui antara lain:
             a)       Pembeda
       Sebagai tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang  secara bersama sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya.
             b)      Jaminan Reputasi
             c)      Promosi
     Sebagai alat promosi sehingga dalam mempromosikan hasil produksinya cukup dengan menyebut merknya.
             d)      Rangsangan Investasi dan Pertumbuhan Industri
Saat ini beragam jenis bisnis, baik online maupun offline bisa kita temukan dengan berbagai merek dagang. Namun beberapa dari merek dagang yang digunakan para pebisnis online maupun offline tersebut, ternyata ada yang belum didaftarkan. Alasan mereka belum mendaftarkan mereknya adalah karena terkait dengan masalah dana yang diperlukan untuk mendaftarkan sebuah merek dagang ke lembaga terkait. Mungkin, sebagian besar dari para pebisnis, terutama pemula, berpikir bahwa lebih baik menjalankan bisnis terlebih dulu, dalam jangka waktu tertentu, setelah itu barulah merek dagang didaftarkan ke lembaga terkait. Sebenarnya, ini adalah hal yang kurang tepat untuk dilakukan oleh seorang pebisnis. Persaingan bisnis yang begitu ketat, akan berpengaruh terhadap merek dagang Anda. Salah satu masalah yang sering muncul dalam hal merek dagang ini, adalah produk saingan muncul dengan merek yang sama.
Bisa dibayangkan saat Anda baru saja memulai sebuah bisnis, dan dalam jangka waktu beberapa bulan penjualan Anda cukup baik, setelah itu Anda mengetahui bahwa ternyata merek Anda sudah digunakan pebisnis lain dan sudah terdaftar merek dagangnya. Anda tidak akan bisa meminta kembali merek Anda, karena orang lain sudah mendaftarkannya terlebih dulu ke lembaga terkait yang menangani masalah merek dagang tersebut yaitu Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Tentunya, masalah seperti ini tidak diinginkan dalam perjalanan bisnis Anda.
Untuk menghindari masalah tersebut tidaklah terlalu sulit. Hal yang harus ditekankan pada diri Anda sebagai seorang pebisnis, terutama pemula, adalah disiplin. Jika sudah memaksimalkan kedisiplinan, Anda akan menjalankan bisnis dengan sehat dan sesuai aturan yang berlaku. Barulah Anda memperhatikan hal lain yang akan memudahkan untuk mendaftarkan merek dagang Anda. Untuk membantu Anda mendaftarkan merek dagang di Ditjen HKI, berikut adalah tahapan-tahapannya.
a)   Penelusuran merk
Menelusuri sebuah merek dagang adalah hal yang harus Anda lakukan pertama kali, sebelum melakukan pendaftaran merek dagang. Hal ini sangat penting untuk menghindari Anda dari penolakan pihak terkait ketika hendak mendaftarkan merek dagang milik Anda. Penelusuran bisa Anda lakukan lewat bantuan Google, atau dengan bertanya langsung pada pihak terkait yang menangani masalah ini.
b)   Persyaratan Pengajuan Permohonan
Setelah Anda mengunjungi website terkait untuk pendaftaran merek, silahkan siapkan persyaratan untuk mendaftarkan merek dagang Anda. Berikut beberapa persyaratan yang biasanya diminta untuk registrasi merek:
1. Pemohon (perusahaan atau Perorangan) mengisi biodata seperti Nama, alamat dan kewarganegaraan.
2.   Menyiapkan 30 Contoh merek berukuran maksimal 9 x 9 cm, minimal 2 x 2 cm
3.   Menyiapkan daftar barang atau jasa yang diberi merek
4.   Surat Pernyataan kepemilikan dari pemohon
5.   Surat Kuasa (jika diperlukan)
6.   Fotokopi KTP pemohon
7.   Fotokopi NPWP (khusus pemohon perusahaan)
c)   Prosedur pendaftaran hak merk
Prosedur pendaftaran merek terbagi menjadi dua bagian, yaitu pengajuan merek oleh pemohon langsung dan melalui proses verifikasi yang dilakukan oleh Ditjen HKI. Pemohon akan mengisi formulir pendaftaran merek dengan berbagai syarat lainnya yang harus dipenuhi seperti surat keterangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), etiket merek, surat kuasa khusus, bukti pembayaran pendaftaran merek, dan bukti penerimaan permintaan pendaftaran merek. Setelah ini Ditjen HKI akan memeriksa pendaftaran tersebut, hingga akhirnya terbit sertifikat merek.

d)   Pemeriksaan Formalitas dan Pemeriksaan Substantif

Pemeriksaan Formalitas Pertama adalah diperiksanya kelengkapan persyaratan registrasi merek tertentu. Pastikan Anda sudah melengkapi seluruh persyaratan yang diminta oleh Ditjen HKI, karena jika ada syarat yang kurang lengkap, maka pihak Ditjen HKI akan meminta kelengkapannya dalam waktu 2 bulan, sejak surat permintaan pertama diterima. Kemudian pemeriksaan Substantif yaitu dalam jangka waktu satu bulan, terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan registrasi merek tersebut diterima Ditjen HKI. Biasanya pemeriksaan Substantif dilakukan oleh pihak terkait paling lama Sembilan bulan.
e)   Pengajuan keberatan
Setelah disetujui, 10 hari setelahnya Ditjen HKI akan mengumumkan permohonan tersebut dalam sebuah berita resmi merek. Pengumuman akan berlangsung selama tiga bulan. Pastikan Anda selalu mengecek secara berkala mengenai hal ini. Apabila pihak pemohon merasa keberatan, pemohon dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Ditjen HKI paling lama dua bulan sejak tanggal penerimaan salinan keberatan.
f)    Pemeriksan kembali
Apabila pemohon pendaftaran merek ini, mengajukan keberatan, maka Ditjen HKI akan menggunakan keberatan tersebut sebagai pertimbangan untuk kembali mengadakan pemeriksaan terhadap pemohon. Pemeriksaan ini biasanya diselesaikan dalam jangka waktu paling lama dua bulan sejak berakhirnya masa pengumuman. Jika tidak ada masalah dalam tiap prosesnya, Ditjen HKI akan menerbitkan dan memberikan Sertifikat merek kepada pemohon atau kuasanya dalam waktu paling lama tiga puluh hari sejak tanggal permohonan tersebut disetujui untuk berada dalam daftar umum merek
Pasal 28 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk mengatur mengenai jangka waktu perlindungan merk terdaftar, yang menyatakan bahwa merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan jangka waktu itu dapat diperpanjang, sedangkan pada Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merk, pemilik merk terdaftar setiap kali dapat mengajukan permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama dengan ketentuan merek yang bersangkutan masih digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam Sertifikat Merek tersebut dan barang atau jasa dimaksud masih diproduksi dan diperdagangkan.
Sebagaimana yang termuat dalam Pasal 35 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001
tentang Merk, bahwa permohonan perpanjangan diajukan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual secara tertulis oleh pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar yang bersangkutan. Permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar dapat pula ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila permohonannya tidak memenuhi ketentuan di atas. Perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.
Maka dapat disimpulkan bahwa merk merupakan salah satu atribut yang penting dari sebuah produk, dimana merk suatu produk dapat memberikan nilai tambah bagi produk tersebut. Merk tidak hanya sebuah nama bagi produk, tetapi lebih dari itu merupakan identitas untuk membedakan dari produk-produk yang dihasilkan dari perusahaan lain. Dengan identitas khusus, produk tertentu akan lebih mudah dikenali oleh konsumen dan pada gilirannya tentu akan memudahkan pada saat pembelian ulang produk tersebut. Pada dasarnya merek terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dapat diucapkan yaitu nama merek, dan bagian yang dapat dikenali tetapi tidak dapat diucapkan yaitu tanda merek.
Kini masyarakat dalam melakukan pengajuan permohonan sudah tidak mengalami kesulitan karena Pemerintah melalui DITJEN HKI telah banyak melakukan sosialisasi baik lewat masmedia maupun forum-forum yang yang telah dibentuk. Sehingga akhirnya bagi pemilik hak tersebut tidak usah khawatir akan adanya kerugian yang diakibatkan oleh oknum yangtak bertanggung jawab yang ingin memanfaatkan kepopuleran merk suatu produk tertentu.
Adapun upaya pemerintah melakukan perlindungan terhadap pemilik hak merk sudah sangat ketat dengan melalui beberapa tahap proses penyeleksian terhadap pendaftaran merk dan itu dibuktikannya dengan beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah Republik Indonesia yang selalu di perbaharui seiring perkembangan dan semakin maraknya persaingan di dunia perdagangan baik nasional maupun internasional. Sehingga dengan adanya beberapa regulasi tersebut dapat menekan berbagai macam tindak kejahatan dibidang Hak Kekayaan Intelektual khususnya Merk.


UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN


Istilah industri berasal dari bahasa latin, yaitu industria yang artinya buruh atau tenaga kerja. Istilah industri sering digunakan secara umum dan luas, yaitu semua kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Definisi Industri menurut Sukirno adalah perusahaan yang menjalankan kegiatan ekonomi yang tergolong dalam sektor sekunder. Kegiatan itu antara lain adalah pabrik tekstil, pabrik perakitan dan pabrik pembuatan rokok. Industri merupakan suatu kegiatan ekonomi yang mengolah barang mentah, bahan baku, barang setengah jadi atau barang jadi untuk dijadikan barang yang lebih tinggi kegunaannya.
Dalam pengertian yang sempit, industri adalah suatu kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri      .
Secara umum pengertian industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Industri merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesejateraan penduduk. Selain itu industrialisasi juga tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu sumberdaya manusia dan kemampuan untuk memanfaatkan sumber daya alam secara optimal.
Sehingga Hukum industri adalah ilmu yang mengatur masalah perindustrian yang berada di Indonesia bahkan dunia. Mengatur bagaimana cara perusahaan mengatur perusahaannya dan sanksi-sanksi apa saja yang akan diterima jika perusahaan tersebut melanggar sanksi tersebut. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengelola bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaanya termasuk kegiatan rancangan bangun dan perekayasaan industri. Dari sudut pandang geografi, Industri sebagai suatu sistem, merupakan perpaduan sub sistem fisis dan sub sistem manusia. Yang kemudian undang-undang tersebut diperbaharui sehingga yang mengatur Undang-undang Perindustrian saat ini merupakan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2014.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Dalam bab ini pada UU. No 3 tahun 2014 menjelaskan mengenai peristilahan perindustrian dan industri serta yang berkaitan dengan kedua pengertian pokok tersebut.
Dalam UU no.3 tahun 2014 :
Pasal 1

Ayat 1
“Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang bertalian dengan kegiatan industri”
Contoh : Industri elektronik PT Daihatsu di Jakarta.

Ayat 2
”Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.”
Contoh :
1.   Bahan mentah misalnya,
·     Bahan mentah hasil tambang; minyak bumi, tembaga, timah, perak, batu bara, dan lain-lain.
·     Bahan mentah hasil hutan; kayu, damar, rotan, dan sebagainya.
·     Bahan mentah hasil perkebunan; teh, tembakau, kopi, dan sebagainya.
·     Bahan mentah hasil pertanian; padi, palawija, sayuran, dan sebagainya.
2.   Bahan baku industri misalnya,
Lembaran besi atau baja untuk industri pipa, kawat, konstruksi jembatan, seng, tiang telpon, benang adalah kapas yang telah dipintal untuk industri garmen (tekstil), minyak kelapa, bahan baku industri margarine.
3.  Barang setengah jadi misalnya,
  • Benang yang akan diuloh menjadi kain.
  • Kain yang akan diolah menjadi pakaian.
  • Kulit yang telah disamak yang akan diolah menjadi kerajinan sepatu dan tas.
4. Barang jadi misalnya,
  • Kendaraan bermotor seperti mobil, sepeda motor.
  • Makanan kemasan.
  • Pakaian seperti baju, celana dan lain-lain.
5. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan atau bagian-bagiannya.
6.  Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan peralatan industri lainnya.

Ayat 3
”Industri Hijau adalah Industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.”
Contoh :
     Tahun 2011 PT Holcim Indonesia Tbk, Cilacap, menerima penghargaan peringkat pertama Industri Hijau yang diserahkan secara langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penghargaan Industri Hijau diberikan kepada PT. Holcim Indonesia Tbk Cilacap karena perusahaan ini telah melakukan secara terus menerus dan berkesinambungan berinovasi dalam menerapkan prinsip-prinsip industri hijau. Upaya penghematan sumber daya alam secara riil juga terus dilakukan dan menghasilkan sebagian penggantian bahan baku sumber daya alam menggunakan materian sisa industri. Penanganan limbah internal dengan konsep zero waste juga menjadi bagian program kepedulian lingkungan. Kepedulian terhadap lapisan ozon dilakukan melalui komitmen penggantian zat perusak ozon dan penggantian bahan bakar menggunakan biomassa melalui program CDM (Cleen Development Mechanism).

 Ayat 4
Industri Strategis adalah Industri yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, meningkatkan atau menghasilkan nilai sumber daya alam strategis, atau mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara dalam rangka pemenuhan tugas pemerintah negara.
Contoh :
PT Dirgantara Indonesia (PT DI), PT Pindad, PT PAL, dan PT Dahana yang semuanya merupakan Badan Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS).

Ayat 5 
Bahan Baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
Contoh :
Makanan dan minuman, tembakau, tekstil, pakaian jadi, kulit dan barang dari kuli, kayu, barang dari kayu, dan anyaman, kertas dan barang dari kertas, penerbitan, percetakan, barang galian bukan logam, mesin dan perlengkapannya.

Ayat 6
” Jasa Industri adalah usaha jasa yang terkait dengan kegiatan Industri.
Contoh : Hasil industri yang berbentuk jasa adalah pada asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi (pengiriman barang), dan lain sebagainya. 

Ayat 7
” Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
Contoh : Toko kelontong, tukang jahit, tukang bakso, toko pakaian, toko komanditer, dan lain-lain.

Ayat 8 
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hokum maupun bukan badan hukum.
Contoh : korporasi secara luas adalah Perseroan Terbatas (PT).

Ayat 9
Perusahaan Industri adalah Setiap Orang yang melakukan kegiatan di bidang usaha Industri yang berkedudukan di Indonesia.
Contoh : Usaha tani sebagai pemilik tanah perorangan yang memiliki tenaga kerja; Pedagang dipasar grosir (agen) dan pedagang pengumpul lainnya; Pengrajin industri makanan dan minuman, industri meubelair, kayu dan rotan, industri alat-alat rumah tangga, industri pakaian jadi dan industri kerajinan tangan; Peternakan ayam, itik dan perikanan; Koperasi berskala kecil.

Ayat 10
Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan pengembangan dan pengelolaan kawasan Industri.
Contoh :
No       Nomor Blok    Nama Perusahaan (PT).
 1.            B-1              PT. Tirta Alam Segar.
 2.            B-1-2           PT. Sayap Mas Utama.

Ayat 11
Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan  prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri.
Contoh : PIK (pusat Industri Kecil) di Pulogadung (DKI Jakarta).

Ayat 12
Teknologi Industri adalah hasil pengembangan, perbaikan, invensi, dan/atau inovasi dalam bentuk teknologi proses dan teknologi produk termasuk rancang bangun dan perekayasaan, metode, dan/atau sistem yang diterapkan dalam kegiatan Industri
Contoh :  
Industri Alat Transportasi Darat diwakili oleh PT. INKA, industri Telekomunikasi dan Elektronika diwakili oleh PT. INTI dan  LEN , Industri Alat Pembangkit Energi diwakili oleh PT. BBI. Industri LNG, minyak, pertambangan, kehutanan dan lain-lain.

Ayat 13
” Data Industri adalah fakta yang dicatat atau direkam dalam bentuk angka, huruf, gambar, peta, dan/atau sejenisnya yang menunjukkan keadaan sebenarnya untuk waktu tertentu, bersifat bebas nilai, dan belum diolah terkait dengan kegiatan Perusahaan Industri.
Contoh :   Data massa badan antara pria dan wanita, data produksi, dll.

Ayat 14
Data Kawasan Industri adalah fakta yang dicatat atau direkam dalam bentuk angka, huruf, gambar, peta, dan/atau sejenisnya yang menunjukkan keadaan sebenarnya untuk waktu tertentu, bersifat bebas nilai, dan belum diolah terkait dengan kegiatan Perusahaan Kawasan Industri.
Contoh : PT Petrokimia Gresik pernah membangun pabrik pupuk amonia di Malaysia dan Brunei serta aluminum florida di Hubai.

Ayat 15
Informasi Industri adalah hasil pengolahan Data Industri dan Data Kawasan Industri ke dalam bentuk tabel, grafik, kesimpulan, atau narasi analisis yang memiliki arti atau makna tertentu yang bermanfaat bagi penggunanya.
Contoh : perencanaan ekolabel suatu produk yg meliputi bahan baku, Industri Pengolahan Kelapa Sawit.

Ayat 16
Sistem Informasi Industri Nasional adalah tatanan prosedur dan mekanisme kerja yang terintegrasi meliputi unsur institusi, sumber daya manusia, basis data, perangkat keras dan lunak, serta jaringan komunikasi data yang terkait satu sama lain dengan tujuan untuk penyampaian, pengelolaan, penyajian, pelayanan serta penyebarluasan data dan/atau Informasi Industri
Contoh : rantai pasokan untuk sepatu Adidas.

Ayat 17
Standar Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat SNI adalah standar yang ditetapkan oleh lembaga yang menyelenggarakan pengembangan dan pembinaan di bidang standardisasi.
Contoh : 
STANDAR PRODUK DALAM BIDANG OTOMOTIF
1. Aki untuk kendaraan bermotor roda empat atau lebih
No. SNI   :   SNI 9 -0038-1999
Abstraksi : Standar ini meliputi konstruksi (pelat, penyekat, kutub, wadah dan tutup, sumbat, penghubung antar sel, bahan perapat /seal, elektrolit); klasifikasi (daerah panas, dingin); kemampuan (kapasitas 20 jam, asut dingin, pengisian dan penyimpanan muatan, daya tahan terhadap getaran); tipe dan ukuran; pengambilan contoh; cara uji; syarat lulus uji; pengemasan; syarat penandaan.
Regulasi Teknis : 400/M/SK/12/1987 - Penerapan standar industri Indonesia dan penggunaan tanda SII secara wajib bagi accu kendaraan bermotor roda empat (SII.0160-77). Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Ayat 18
Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan, memelihara, memberlakukan, dan mengawasi standar bidang Industri yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan.
Contoh :
Setiap perusahaan industri yang dibangun harus mendapatkan izin resmi dari pemerintah (izin usaha industri) dan harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, seperti yang diatur dalam UU RI No. 05 Tahun 1984 pasal 13-15. Salah satu isi pasal 14 ayat 1 adalah “Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan informal industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada Pemerintah” dan salah satu isi pasal 15 ayat 1, “Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya termasuk pengangkutannya.

Ayat 19
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
Contoh :  UU No. 22 Tahun 1999. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut pemerintah adalah perangkat. NKRI.

Ayat 20
“Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.”
Contoh : mengangkat diplomatik atau duta.

Ayat 21
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perindustrian.”
Contoh :

Airlangga Hartarto - Menteri Perindustrian menjabat Menteri Perindustrian sejak 27 Juli 2016 hingga saat ini.





KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG HAK CIPTA
BERNER CONVENTION
UNIVERSAL COPYRIGHT CONVENTION

Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.(Pasal 1 ayat 1).Hak cipta hanya diberikan secara eksklusif kepada pencipta, yaitu "seorang atau beberapa orang secara bersamasama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi".
Hukum-hukum hak cipta meliputi:
·       Pengaturan hak cipta secara internasional
Indonesia telah meratifikasi sejumlah konvensi atau persetujuan internasional mengenai hak kekayaan intelektual, konvensi-konvensi ini mengikat Indonesia. Hal ini berarti Indonesia harus membuat atau memberlakukan agar hukum Indonesia khususnya Hak Kekayaan Intelektual sesuai dengan konvensi-konvensi yang telah diratifikasinya (Suyud Margono, 2003: 17). Perlindungan Hak Cipta secara Internasional, dibentuk dalam beberapa Konvensi Internasional. Adapun konvensi yang penting dan fundamental
·       Pengaturan hak cipta secara nasional
·       Pengaturan hak cipta eksklusif
·       Hak cipta sebagai kebendaan
·       Hak cipta sebagai materil
·       Stelsel pendaftaran hak cipta
Berner Convention atau Konvensi Berne
Berner Convention atau Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, yang pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Konvensi Bern, sebagai suatu konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886), keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi.
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve).
Jenis-jenis perlindungan Berner Convention
·      Berner 1 yaitu sebagai dasar dari convention ini yaitu: ‘…being equatly animated by the desire to proted, in as effective and uniform a mannner as possible, the rights of authors in their literary and artistic works.”
·     Berner 2 adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah, dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun.
·     Berner 3 yaitu perlindungan di samping karya-karya asli dari Pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya termasuk: terjemahan, saduran-saduran aransemen musik dan produksi-produksi lain yang berbentuk saduran dari suatu karya sastra atau seni, termasuk karya fotografi. Perlindungan menurut Article 5 Berne Convention adalah terutama untuk perlindungan terhadap orang-orang asing untuk karya-karya mereka di negaranegara lain daripada negara asal tempat penerbitan pertama ciptaan mereka.
UCC (Universal Copyright Convention)
Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention), yang diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi internasional utama yang melindungi hak cipta, yang lain adalah Konvensi Berne. UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral. Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet. Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
      Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum.
Konvensi-Konvensi Internasional tentang Hak Cipta
Konvensi internasional merupakan perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan yang bersifat multilateral dan ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni.
Konvensi-konvensi internasional mengenai hak cipta yang melindungi hasil ciptaan bagi masyarakat internasional adalah sebagai berikut :
          Konvensi Bern 1886 Perlindungan Karya Sastra dan Seni
Latar belakang diadakan konvensi seperti tercantum dalam Mukadimah naskah asli Konvevsi Bern adalah: ”…being equally animated by the desire to protect, in as effective and uniform a manner as possible, the right of authors in their literary and artistic works”.
      Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern, menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang¬undangan nasionalnya di bidang hak cipta, tiga prinsip dasar yang dianut Konvensi Bern memberi 3 prinsip:
  1. Prinsip National Treatment
  2. Prinsip Automatic Protection
  3. Prinsip Independence of Protection.
          Konvensi Hak Cipta Universal 1955
Merupakan suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk mengakomodasikan dua aliran falsafah berkaitan dengan hak cipta yang berlaku di kalangan masyarakat inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota masyarakat internasional yang menganut civil law system, berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan di pihak lain ada sebagian anggota masyarakat internasional yang menganut common law system berkelompok pada Konvensi-Konvebsi Hak Cipta Regional yang terutama berlaku di negara-negara Amerika Latin dan Amerika serikat.
      Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi yang merupakan: “A new common dinamisator convention that was intended to establist a minimum level of international copyright relations throughout the world, without weakening or supplanting the Bern Convention”.
Maka kesimpulan yang dapat diambil adalah Berner Convention merupakan hukum yang mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic, ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan.
Universal Copyright Convention mengatur mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Konvensi Bern mengatur bukan hanya sekadar persetujuan tentang bagaimana hak cipta harus diatur di antara negara-negara anggotanya melainkan, yang lebih penting lagi. Konvensi ini menetapkan serangkaian tolok ukur minimum yang harus dipenuhi oleh undang-undang hak cipta dari masing-masing negara. Adapun Salah satu tujuan dari UCC adalah dapat meberi perlindungan secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian.


Waspada Virus Korona

WASPADA VIRUS KORONA (MATA KULIAH ETIKA PROFESI) Beberapa hari ini dunia dihebohkan dengan adanya virus baru yang sedang merajalela...