Tes
keperawanan
(tinjauan
permasalahan prasangka, diskriminasi dan etnosentrisme)
Perempuan merupakan makhluk lemah
lembut dan penuh kasih sayang karena perasaannya yang halus. Secara umum sifat
perempuan yaitu keindahan, kelembutan serta rendah hati dan memelihara.
Demikianlah gambaran perempuan yang sering terdengar di sekitar kita. Perbedaan
secara anatomis dan fisiologis menyebabkan pula perbedaan pada tingkah lakunya,
dan timbul juga perbedaan dalam hal kemampuan, selektif terhadap kegiatan
kegiatan intensional yangbertujuan dan terarah dengan kodrat perempuan.
Ketika seharusnya perempuan harus
dilindungi dan dijaga kehormatannya kini tidak dengan semua itu. Pada tahun
2010 perempuan dikejutkan dengan adanya diskriminasi perempuan yang terjadi.
Perempuan dikejutkan dengan adanya berita dari kepala dinas kota prabumulih,
H.M. Rasyid yang merencanakan untuk memberlakukan tes keperawanan bagi calon
siswa SMA sederajat. Dan baginya kasus ini untuk menekan kasus prostitusi yang
diduga melibatkan siswa didaerahnya. Tetapi dengan memberlakukan rencana
kebijakan ini justru mengundang protes dibebagai kalangan.
Adanya tes keperawanan ini pun
sempat beredar dan ini bukan lah yang pertama kali. Ini pernah terjadi pada
tahun 2010 anggota DPRD Jambi mengusulkan tes keperawanan bagi pelajar
perempuan dan mahasiswi. Dan pada tahun 2007 Bupati Indramayu melontarkan tes
keperawanan bagi pelajar perempuan akibat marak peredaran VCD pornografis.
Bagaimana tidak protes? Hal ini
sangat tidak wajar diberlakukan dan sangan memojokan atau mengucilkan kaum
perempuan. Mungkin sebagian berpikir agar disekolahnya tidak ada yang jebol
atau hamil diluar nikah atau pun bebas dari seks bebas. Tetapi, tidak adakah
cara lain yang dapat diberlakukan apa seorang wanita yang jebol tidak pantas
untuk mendapatkan pendidikan seperti yang lainnya. Lalu apa kabar dengan para
lelaki bermuka dua diluar sana yang tidak terlihat bekasnya. Hal ini sangat
tidak adil diberlakukan.
Saya sebagai perempuan pun tidak
menyetujui hal ini, mungkin tujuan nya baik tetapi sangat tidak bisa diterima
di telinga kita meskipun tidak melihat langsung. Dan sangat-sangat menjatuhkan
martabat perempuan. Tidakkah mereka berpikir jika kita berada dalam posisi
mereka. Tidakkah mereka jika diketahui tidak perawan tersebut tidak akan
dikucilkan? Itu justru membuat mereka dipojokkan. Sangat tidak masuk akal
adanya hal ini.
Rencana
kebijakan ini mengandung sederet persoalan:
Pertama, adanya diskriminasi
terhadap anak perempuan yang dinyatakan tidak perawan yaitu mendapat stigma
negatif dan potensi dilanggar haknya untuk melanjutkan pendidikan, yang
melanggar Pasal 28B ayat (2) berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi” serta Pasal 28C ayat (1) UUD 1945 berbunyi “Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan & memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
& budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya & demi kesejahteraan umat
manusia”.
Kedua, kebijakan ini melanggar
otonomi tubuh perempuan. Perempuan memiliki hak kemerdekaan atas tubuhnya
sendiri. Intervensi melalui tes keperawanan menjadi sebuah pelecehan dan
kekerasan terhadap perempuan.
Ketiga, tes keperawanan merupakan
kebijakan yang lahir dari cara pandang diskriminatif terhadap perempuan oleh
penyelenggara negara. Pada kasus prostitusi dan perdagangan perempuan
(trafficking in persons, especially women and child), penyelenggara negara
menempatkan akar masalah pada “moral perempuan yang tidak terpuji”.
Penyelenggara negara kemudian menghasilkan kebijakan yang diskriminatif seperti
tes keperawanan. Dalam hal ini, Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyalahi UU
No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan dimana negara diwajibkan membuat
peraturan-peraturan yang tepat untuk mengubah pola tingkah laku sosial dan
budaya laki-laki dan perempuan dengan maksud untuk mencapai penghapusan
prasangka-prasangka, kebiasaan-kebiasaan dan segala praktek lainnya yang
berdasarkan atas inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau
berdasar peranan stereotip bagi laki-laki dan perempuan (Pasal 5 huruf a).
Selain itu, juga menyalahi Inpres No 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan
Gender dalam Pembangunan Nasional yang telah ditindaklanjuti secara khusus
dalam bidang pendidikan berupa Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 84
Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Bidang
Pendidikan.
Keempat, kebijakan ini
bertentangan dengan arah pendidikan untuk membangun kepribadian anak seutuhnya
dan penghormatan atas nilai-nilai HAM. Konvensi Hak Anak yang telah
diratifikasi melalui Keppres No 36 Tahun 1990 menegaskan bahwa pendidikan anak
salah satunya harus diarahkan ke pengembangan kepribadian anak, bakat,
kemampuan mental dan fisik pada potensi terpenuh mereka; dan pengembangan
penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar dan
prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Piagam PBB (Pasal 29 ayat (1)). Memberlakukan
tes keperawanan sebagai cara menekan kasus prostitusi dapat dilihat sebagai
bentuk penghukuman terhadap anak yang diduga telah berhubungan seksual dan/atau
merupakan korban kekerasan seksual. Pendidikan yang seharusnya terus menerus
membangun kepribadian dan karakter anak, malah menjadi ajang menghancurkan masa
depan anak.
Oleh karena itu agar kita dapat
menghindari dan mencegah tindakan mendiskriminasi orang lain maka kita harus
memiliki sikap menghargai dan menghormati sesama tanpa memandang buruk orang
lain dengan begitu setiap keputusan yang kita buat akan dipikirkan dengan
matang dampak dan pengaruh yang akan terjadi. Kemudian selain itu perlu nya
memperluas wawasan kita dengan menengok
lingkungan sekitar, dan ada baiknya jika kita memiliki sifat tidak ikut-ikutan
orang lain atau pun memihak tanpa ada dasarnya. Karena kebanyakan dari kita
hanya ikut-ikutan mendiskriminasi orang lain tanpa tahu alasan dan penyebab
yang pasti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar