Rabu, 29 Maret 2017

Warok dan gemblak sebuah homoseksual masyarakat Jawa
(tinjauan permasalahan penduduk, masyarakat, dan kebudayaan)

Permasalahan mengenai seksualitas selalu menjadi perbincangan yang menarik diberbagai kalangan. Banyak masyarakat yang berpendapat bahwasanya permasalahan mengenai seksualitas tidaklah pantas untuk dibicarakan diranah publik. Namun disisi lain seksualitas kini telah menjadi fenomena yang menarik dan membuat penasaran banyak orang.
Homoseksualitas adalah rasa ketertarikan romantis atau seksual atau perilaku antar individu berjenis kelamin atau gender yang sama. Sebagai orientasi seksual homoseksualitas mengacu kepada “pola berkelanjutan atau disposisi untuk pengalaman seksual, kasih sayang atau ketertarikan romantis” terutama atau secara ekslusif kepada orang dari jenis kelamin yang sama, homoseksualitas juga mengacu pada pandangan individu tentang identitas pribadi dan sosial berdasarkan pada ketertarikan, perilaku eksperesi, dan keanggotaan dalam komunitas lain yang berbagi itu.
Homoseksualitas merupakan salah satu dari tiga kategori utama orientasi seksual, bersama dengan biseksualitas dan heteroseksualitas, dalam kontinum heteroseksual-homoseksual. Kosensus ilmu-ilmu perilaku dan sosial juga profesi kesehatan dan kesehatan kejiwaan menyatakan bahwa homoseksualitas adalah aspek normal dalam orientasi seksual manusia.
Orientasi seksual manusia umumnya dibahas sebagai karakteristik individu, seperti jenis kelamin biologis, identitas gender, atau usia. Perspektif ini tidak lengkap karena orientasi seksual selalu didefinisikan dalam istilah relasional dan harus melibatkan hubungan dengan orang lain. Tindakan seksual dan atraksi romantis dikategorikan sebagai homoseksual atau heteroseksual sesuai dengan jenis kelamin biologis individu yang terlibat didalamnya, yang saling berhubungan relative satu sama lainnya. Memang individu mengungkapkan heteroseksualitas, homoseksualitas, atau biseksualitas mereka dengan tindakan atau keinginan mereka terhadap orang lain. Hal ini mencakup tindakan-tindakan sederhana seperti berpegangan tangan atau berciuman. Jadi, orientasi seksual secara integral terkait dengan hubungan personal seseorang individu yang dibentuk dengan individu lain untuk memenuhi kebutuhan akan cinta, ikatan, dan kentiman. Selain perilaku seksual, ikatan ini mencakup kasih sayang fisik non seksual antara pasangan, tujuan dan nilai-niai bersama, saling mendukung dan komitmen berkelanjutan.
Homoseksualitas bukanlah penyakit kejiwan dan bukan penyebab efek seksualitas negtive, prasangka terhadap kaum biseksual dan homoseksual lah yang menyebabkan efek semacam itu. Meskipun banyak sekte-sekte agama dan organisasi “mantan gay” serta beberapa asosiasi psikologi memandang bahwa kegiatan homoseksual adalah dosa atau kelainan. Bertentangan dengan pemahaman secara ilmiah, berbagai sekte serta organisasi kerap menggambarkan bahwa homoseksualitas merupakan sebuah “pilihan”.
Dalam budaya Indonesia, seksualitas dalam hal apapun dianggap sebagai subjek yang tabu, dan dihakimi sebagai tindak pencabulan. Seksualitas apalagi homoseksualitas menjadi hal yang pribadi, dalam budaya Indonesia malu adalah sesuatu hal yang lazim sehingga banyak orang yang “out of closet” karena budaya malu yang kuat di Indonesia. Sehingga, masyarakat yang toleran terhadap homoseksual memilih untuk diam dan tidak membicarakan nya. Waria atau laki-laki yang telah menghayati dirinya menjadi perempuan di Indonesia kini mempermainkan peranan nya didalam kebudayaan Indonesia.    Banyak pertunjukan di Indonesia yang menunjukan dan menampilkan waria sebagai objek gurauan ataupun sebagai objek yang dapat menarik perhatian para masyarakat sehingga mereka dijadikan penghibur masyarakat.
Banyak pertunjukan di Indonesia seperti lenong, ludruk dan ketoprak yang sering menampilkan waria sebagai tokoh yang menjadi gurauan, humor bahkan ejekan pada kalangan masyarakat. Bahkan saat ini tokoh-tokoh waria yang sering tampil-tampil di televisi lama kelamaan dapat diterima oleh kalangan masyarakat bahkan menjadi tokoh yang dinanti-nantikan kedatangan nya dalam menampilkan keseruan ataupun kehumorisan nya yang akan ia tampilkan dan beda setiap harinya. Dalam pandangan televisi indonesia kini hal tersebut menjadi hal yang biasa dan tidak menjadi hal yang seharusnya dipermasalahkan lagi bahkan itu cukup dapat diterima untuk memiliki penghibur yang berpernampilan transgender dalam tokoh mayarakat
Hal ini biasanya dianggap lucu bagi kalangan masyarakat, beda halnya ketika mereka ada di kalangan keluarga mereka sendiri. Tidak semua yang berlaku feminim dapat diterima oleh kalangan keluarganya, justru hal seperti ini sering kali dianggap sebagai aib dalam keluarga mereka.
Mekipun waria dan juga pekerja seks telah lama memainkan peranan mereka dalam budaya Indonesia, identitatas homoseksualitas laki-laki gay dan perempua lesbian di Indonesia akhir-akhir ini sering kali dijadikan sebagai film, televisi dan media. Padahal sebuah hubungan di homoseksual tradisiional tertentu dapat ditemukan di Jawa Timur dalam hubungan warok dan gemblak.
Warok adalah pahlawan lokal tradisional Jawa atau “orang kuat” yang biasanya melakukan kesenian tradisional Reog Ponorogo. Menurut tradisi warok sendiri, warok diwajibkan untuk melakukan pantangan yaitu ia dilarang untuk melakukan ataupun yang terlibat dalam hal-hal seksual dengan perempuan, namun berhubungan seksual dengan laki-laki berusia 8 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan. Jadi dapat disimpulkan bahwasanya seorang yang dikatakan warok dia harus menjaga kesucian dirinya sehinga tidak dapat teribat dalam hal-hal berbau seksual selain dari ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Dalam berbagai kisah diungkapkan, seorang warok akan menjalani tapabrata untuk mencapai kesaktian. Dan untuk mencapai kesaktian tersebut seorang warok harus menjalankan puasa perempuan dan menuntaskan hasratnya kepada laki-laki tampan yang sengaja dipeliharanya hal tersebut disebut juga sebagai gemblak.
Gemblak merupakan laki-laki berusia 12-15 tahun. Mereka beraparas tampan dan terawat yang sengaja dipeliharanya. Bagi seorang warok hal ini merupakan hal biasa dan wajar serta dapat diterima dikalangan masyarakat. Konon seorang warok dapat saling memperebutkan gemblak dan bahkan terjadi praktik pinjam meminjam gemblak dengan dikenakan biaya yang dibilang tidak cukup murah. Hal tersebut kembali kepada gemblakan mereka masing-masing. Bila gemblak bersekolah maka warok yang memliharanya harus membiayai semua kepentingan serta kebutuhan sekolahnya disamping keperluan makan dan tempat tinggal. Sedangkan bagi gemblak yang tidak bersekolah maka, setiap tahun warok memberikannya seekor sapi.
“kekasih muda” disebut gemblak dan biasanya disimpan oleh warok dalam rumah tangga mereka dibawah perjanjian dan kompensasi kepada keluarga anak itu. Warok diperbolehkan untuk menikah dengan seorang perempuan namun, mereka mungkin tetap memiliki gemblak. Hal ini yang menyebabkan warok dan gemblak seperti kisah penjantaanan di Yunani kuno. Siapa saja yang mengenal tradisi ataupun cara hidup tradisional di Ponorogo dan mengetahui adanya pria yang lebih tua tidak berhubungan dengan istri-istri mereka dan justru berhubungan dengan laki-laki yang jauh lebih muda dengan pria tersebut, mungkin yang dilakukan oleh warok dan gemblak tersebut adalah salah satu tindakan homoseksual. Dan sering kali mereka yang melakukan hal demikian tidak pernah mengidentifikasikan dirinya sebagai homoseksual.
Kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak pun turun-temurun dipercaya guna memperhankan kesaktian. Selain itu ada kepercayaan kuat dikalangan warok yani, berhubungan intim dengan perempuan sekalipun itu adalah istri mereka dapat melunturkan kesaktian mereka. Praktik gemblakan dikalangan warok diidentifikasikan sebagai praktik homoseksual karena warok tidak diperkenankan mengumbar nafsu mereka kepada perempuan.
Kini praktik warok dan gemblak tidak disarankan oleh pemuka agama setempat dan ditentang melalui perlawanan moral publik. Karena hal itulah sekarang pagelaran Reog Ponorogo jarang sekali ditampilkan ataupun menampilkan gemblak, anak laki-laki sebagai penunggang kuda jatil, peran mereka kini telah digantikan oleh perempuan. Meskipun praktik warok dan gemblak ini masih sering dilakukan secara diam-diam.
Karena hal tersebut dianggap tidak wajar dalam sudut pandang agama. Kisah ini tentu telah dikemukakan dalam al-Quran dalam peristiwa nabi Luth beserta umat homoseksual dikota sodom dimana kaum tersebut dianggap sebagai kaum yang laknatullah ataupun kaum terlakanat oleh Allah SWT sehingga, Allah menimpakan bencana yang besar kepada mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar yaitu meninggalkan kehidupan homoseksual atau mencintai sesama jenis.
Kini saatnya pemerintah, agama serta masyarakat Indonesia sudah seharusnya mulai terbuka dan tidak lagi menutup mata dengan fakta kehidupan yang beragam dalam fonemena tersebut dijelaskan bahwasanya homoseksual sudah ada sejak zama dahulu dan ini bukanlah salah satu kasus yang menimpa pada zaman modern saja tetapi sudah dikenal lama dalam peradaban manusia. Dan terdapat budaya mendukung homoeksualitas pada ratusan tahun yang lalu seperti bissu,calabai dan calakai serta ritual inseminasi anak laki-laki Papua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Waspada Virus Korona

WASPADA VIRUS KORONA (MATA KULIAH ETIKA PROFESI) Beberapa hari ini dunia dihebohkan dengan adanya virus baru yang sedang merajalela...