HUKUM INDUSTRI
(Studi Kasus dan Tanggapan mengenai Kasus Pelanggaran Hak Cipta di Indonesia)
Studi kasus pertama :
MARAKNYA PEREDARAN VCD DAN DVD BAJAKAN BEBAS DI BATAM
WEDNESDAY, MARCH 11, 2015
WEDNESDAY, MARCH 11, 2015
BATAM –
Perkembangan dan kemajuan sistem informasi teknologi pada kenyataanya
memberikan dampak yang signifikan kepada kemajuan teknologi diberbagai bidang
kehidupan manusia. Semakin berkembangnya sistem informasi dan teknologi maka
semakin tinggi tingkat kerawanan akan perdagangan barang palsu ataupun bajakan.
Salah satu contoh barang bajakan adalah VCD dan DVD impor bajakan. Dengan
kemajuan teknologi maka seseorang dapat menggandakan suatu karya intelektual
dengan tanpa harus meminta ijin dari pemegang hak cipta yang diatur dalam UU RI
No 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Hak cipta merupakan salah satu
bagian dari hak asasi manusia (intellectual property rights), di mana pada
dasarnya setiap orang memiliki peluang yang sama dalam hal memenuhi kebutuhan
hidup dasarnya selama tidak bertentangan dengan peraturan perundangan maupun
norma-norma, kaidah-kaidah yang hidup di tengah masyarakat. Hal ini
mengindikasikan bahwa dalam setiap bidang kehidupan masyarakat adalah mutlak
menganut hukum baik disengaja maupun tidak.
Peredaran VCD dan DVD bajakan di
Indonesia khususnya daerah Batam Provinsi Kepri sangat bebas beredar tanpa
adanya hambatan. Hal ini terlihat hampir di setiap semua pusat perbelanjaan
yang tersebar di Batam mulai dari Sekupang, Jodoh, Nagoya, Nongsa, Botania,
Batam Center, Batu Ampar, dan Batu Aji, VCD dan DVD bajakan beredar dijual
secara bebas di pinggir jalan, pusat perbelanjaan maupun di toko-toko.
"Rata-rata yang paling banyak
dijual adalah itu VCD dan DVD bajakan semua dan yang original hanya beberapa
keping dan unit saja. Hal ini sangat jelas melanggar undang-undang tapi polisi
biarkan saja," kata salah satu pedagang yang tidak mau namanya disebut di
daerah sekitar Jodoh , Selasa (10/3).
Pantauan Investigasi Birokrasi
Batam, masyarakat lebih gemar membeli VCD dan DVD bajakan, dari pada membeli
VCD dan DVD original, baik itu kelas ekonomi bawah, menengah maupun atas. Hal
ini dikarenakan VCD dam DVD bajakan harganya lebih murah dibandingkan VCD dan
DVD asli yang harganya jauh lebih mahal.
Adapun yang menjadi latar belakang
maraknya beredar VCD dan DVD bajakan adalah yang pertama adalah faktor lemahnya
aparat penegak hukum Polri dan penyidik PPNS Ditjen Hak Cipta untuk melakukan
penertiban peredaran VCD dan DVD bajakan. Dimana belum terciptanya koordinasi
secara intensif dengan Korwas PPNS, sehingga proses penyidikan tindak pidana
hak cipta atas perkara hak cipta tidak dapat dilaksanakan. Padahal, ketentuan
dan kedudukan Polri sebagai korwas PPNS sangat jelas, dan keberadaan tersebut
sesungguhnya dapat memudahkan proses penegakan hukum dalam menangani kejahatan
VCD dan DVD bajakan.
Faktor yang kedua adalah sarana dan
prasarana yang masih minim sehingga menghambat kelancaran proses penyidikan
tindak pidana hak cipta yang dilakukan oleh PPNS.
Faktor Masyarakat sendiri sebagai
konsumen dari produk hak cipta bajakan yang masih menggunakan produk-produk
bajakan disebabkan harga yang murah jika dibandingkan dengan membeli produk
yang berlisensi, maka hal ini telah menjadikan semakin maraknya pelanggaran hak
cipta. Disadari atau tidak, keberadaan masyarakat yang justru lebih memilih
membeli barang bajakan daripada barang yang asli (original) memberikan pengaruh
besar dalam penyidikan, karena semakin banyak permintaan konsumen maka alur
perdagangan VCD dan DVD bajakan akan semakin meningkat.
Faktor Budaya organisasi seringkali
juga menjadi salah satu faktor penghambat penegakan hukum tindak pidana hak
cipta sehingga masih masih terdapat arogansi dari masing-masing institusi
sehingga penggalangan koordinasi dalam upaya penegakan hukum tindak pidana hak
cipta menjadi tidak terwujud dengan baik. (Sugi Art)
Tanggapan :
Menanggapi kasus pelanggaran hak cipta
diatas, terlihat bahwa kurangnya kesadaran seseorang dalam menghargai hasil
karya orang lain dan kurangnya kesadaran hukum dikalangan masyarakat sehingga
memungkinkan orang tersebut melakukan pelanggaran dengan cara membajak atau
mengcopy sepenuhnya tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta. Akibat dari
pelanggaran hak cipta tersebut adalah merusak kreativitas seseorang yang telah menciptakan.
Pencipta merasa dirugikan baik secara moril maupun materil karena hasil
karyanya selalu dibajak.
Hal ini disebabkan karena ketidaktegasan penegakan hukum hak cipta di Indonesia. Maka perlunya melakukan sejumlah sosialisasi pemerintah agar masyarakat mengetahui dan memahami dampak atau kerugiannya jika bajakan terus berkeliaran dengan bebas. Masyarakat juga harus sadar bahwasannya membeli sejumlah VCD atau DVD yang sifatnya membajak kreatifitas orang lain ini sama saja tidak mendukung bangsa Indonesia untuk maju bersaing dengan negara lainnya. Dalam menangani kasus ini pemerintah harus menanganinya secara tegas agar dapat membuat para pelaku yang melakukan pembajakan tersebut jera sehingga mereka enggan untuk melakukannya kembali.
Hal ini disebabkan karena ketidaktegasan penegakan hukum hak cipta di Indonesia. Maka perlunya melakukan sejumlah sosialisasi pemerintah agar masyarakat mengetahui dan memahami dampak atau kerugiannya jika bajakan terus berkeliaran dengan bebas. Masyarakat juga harus sadar bahwasannya membeli sejumlah VCD atau DVD yang sifatnya membajak kreatifitas orang lain ini sama saja tidak mendukung bangsa Indonesia untuk maju bersaing dengan negara lainnya. Dalam menangani kasus ini pemerintah harus menanganinya secara tegas agar dapat membuat para pelaku yang melakukan pembajakan tersebut jera sehingga mereka enggan untuk melakukannya kembali.
Seperti yang tertulis dalam pasal 72
tentang Undang-Undang Hak Cipta yaitu bagi mereka yang dengan sengaja atau
tanpa hak melanggar hak cipta orang lain dapat dikenakan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Menurut saya, solusi yang
perlu diterapkan yaitu perlunya ditanamkan kesadaran yang tinggi kepada
masyarakat saat ini agar tidak dengan mudahnya membajak hasil karya orang lain
atau pencipta. Kesadaran tersebut tentu tidak akan tumbuh apabila tidak diikuti
dengan sanksi yang tegas dan berat agar menimbulkan efek jera bagi masyarakat
yang melanggarnya.
Dalam kasus ini banyak pelajaran yang
dapat dipetik bahwasannya tidak diperbolehkan menyebarkan apalagi membajak
karya orang lain tanpa seizinnya. Selain tindakan tersebut tidak baik, tindakan
tersebut juga dapat merugikan penciptanya. Sebagai warga Indonesia yang baik
kita harus mampu meminimalisir tindakan-tindakan pembajakan tersebut terutama
dalam dunia perfileman yang sulit untuk dihindari. Tindakan yang dapat
dilakukan pun misalnya, mengurangi pembelian DVD atau VCD yang sifatnya liar
atau tidak orisinil meskipun harganya jauh lebih murah dibandingkan membeli VCD atau DVD yang orisinil, kemudian tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan untuk mengurangi aktifitas yang sifatnya membajak karya cipta orang lain misalnya, menikmati web ataupun content yang menyediakan streaming
film gratis karena hal ini hampir sama dengan tindakan membeli VCD atau DVD yang sifatnya tidak orisinil hanya saja yang membedakan pada web atau content yang menyediakan streming gratis ini konsumen tidak perlu bayar. Karena menurut saya, dengan melakukan tindakan-tindakan
tersebut sudah merupakan salah satu sikap kita menghargai dan menghormati karya
orang lain atau penciptanya.
Studi
Kasus kedua :
MEREK
TUPPERWARE VS TULIPWARE
DART INDUSTRIES INC., Amerika Serikat adalah perusahaan yang
memproduksi berbagai jenis alat-alat rumah tangga, di antaranya yaitu ember,
panci, toples dan botol, sisir-sisir dan bunga-bunga karang, sikat-sikat,
perkakas-perkakas kecil dan wadah-wadah kecil yang dapat dibawa untuk rumah
tangga dan dapur dari plastik untuk menyiapkan, menyajikan dan menyimpan bahan
makanan, gelas-gelas minum, tempayan, tempat menyimpan bumbu, wadah-wadah untuk
lemari es dan tutup daripadanya, wadah-wadah untuk roti dan biji-bijian dan
tutup daripadanya, piring-piring dan tempat untuk menyajikan makanan,
cangkir-cangkir, priring-piring buah-buahan dan tempat-tempat tanaman untuk
tanaman rumah dan main-mainan untuk anak-anak dengan berbagai jenis desain yang
terbuat dari plastik yang bermutu tinggi. Merek TUPPERWARE sudah terdaftar di
Indonesia dibawah no. pendaftaran 263213, 300665, 300644, 300666, 300658,
339994, 339399 untuk jenis-jenis barang seperti tersebut diatas, sedangkan
merek TULIPWARE baru mengajukan permintaan pendaftaran merek pada Direktorat
Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Produk produk rumah tangga yang diproduksi
oleh DART INDUSTRIES INC. telah dipasarkan di lebih dari 70 negara dengan
memakai merek TUPPERWARE. TUPPERWARE juga telah dipasarkan di luas di Indonesia
melalui Distributor Nasional sekaligus penerima lisensi, yakni PT. IMAWI
BENJAYA.
IMAWI
BENJAYA selaku Distributor Nasional sekaligus penerima lisensi produk
TUPPERWARE di Indonesia, menemukan produk-produk dengan menggunakan
desain-desain yang sama dengan disain-disain produk-produk TUPPERWARE yang
menggunakan merek TULIPWARE yang diproduksi oleh CV. CLASSIC ANUGRAH SEJATI
yang berlokasi di Bandung.
Bentuk Pelanggaran :
1. Dengan membadingkan antara produk-produk
yang menggunakan merek TUPPERWARE dan produk-produk dengan merek TULIPWARE,
maka terlihat secara jelas bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pihak yang
memproduksi produk TULIPWARE, sebagai berikut :
2. Terdapat persamaan pada pokoknya antara
merek TULIPWARE dengan TUPPERWARE untuk produk-produk yang sejenis
3. Penempatan merek pada bagian bawah wadah
dan bentuk tulisan yang sama lebih dominan, sehingga menonjolkan unsur
persamaan dibandingkan perbedaannya. Keberadaan produk-produk sejenis yang
menggunakan merek TUPPERWARE dan TULIPWARE membingungkan dan mencaukan konsumen
mengenai asal-usul barang.
4. Merek TULIPWARE yang dipergunakan pada
barang-barang berbeda dengan etiket merek yang diajukan permohonannya pada
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.
DART INDUSTRIES INC. selaku pemilik merek telah memasang iklan
pengumuman di beberapa surat kabar, untuk mengingatkan kepada konsumen tentang
telah beredarnya produk-produk TULIPWARE, yang memiliki persamaan pada pokoknya
dengan produk-produk TUPPERWARE
Tanggapan :
Berdasarkan kasus tersebut diketahui
bahwa kedua jenis produk memang memiliki kesamaan yaitu keduanya sama-sama
merupakan jenis perusahaan yang memproduksi alat-alat rumah tangga. Menurut saya
pada kasus ini perlunya diterapkan sanksi-sanksi yang berat kepada pihak-pihak
yang termasuk plagiat atau mencontoh produk orang lain tanpa seizinnya. Karena selain
hal tersebut merupakan salah satu tindakan yang membuat orang lain tidak nyaman
atas adanya kesamaan baik nama merek maupun produknya, perusahaan yang memplagiati
atau mencontoh produk orang lain tanpa seizinnya merupakan tindakan yang telah
melanggar hukum.
Dari kasus ini sama-sama
kita ketahui bahwa yang pertama kali mendaftarkan merek daripada produknya
adalah TUPPERWARE sehingga dapat dikatakan bahwasanya TULIPWARE merupakan
perusahaan yang memiliki kesamaan produk dengan tupperware tetapi hanya saja
namanya bukan TUPPERWARE. Kesamaan-kesamaan seperti ini dapat mengindikasikan
adanya itikad tidak baik dari pihak TULIPWARE karena cenderung menjiplak atau
meniru merek TUPPERWARE yang sudah terlebih dahulu dikenal oleh masyarakat
luas.
Maka perlunya kesadaran bangsa
Indonesia agar tidak melakukan tindakan plagiat atau mencontoh produk orang
lain tanpa seizinnya. Karena hal tersebut sama saja mencuri kreatifitas atau
ide-ide yang dimiliki oleh orang lain dan hal tersebut sama sekali tidak
dianjurkan. Menurut saya adanya sanksi-sanksi yang ditegakkan pemerintah dengan
adanya tindakan plagiat atau menjiplak karya orang lain juga tidak akan
berpengaruh kepada bangsa Indonesia tanpa adanya dukungan dari bangsa Indonesia
itu sendiri maka sanksi-sanksi yang dikeluarkan pun tidak akan ada artinya dan
tidak dapat ditegakkan dengan baik.
Dan menurut saya tindakan plagiat ini
bukan sepenuhnya salah pemerintah atau pihak-pihak yang menanganinya dengan adanya
merek-merek yang beredar dengan produk yang sama, ataupun karena kurangnya
sosialisasi yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait. Tetapi pada dasarnya
kurangnya bangsa ini untuk menghargai kretifitas satu sama lainnya dan masih
kurangnya kesadaran pada diri mereka. Untuk
itu kesadaran dan rasa saling menghargai
ini sangat penting dan semestinya sudah harus ditanamkan pada diri kita
masing-masing agar tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan serta
menganggu kenyamanan orang lain.